ASSALAMU'ALAIKUM WR. WB. SELAMAT DATANG DI BLOG INI, SEMOGA BERMANFAAT

Minggu, 09 November 2014

MAULID NABI MUHAMMAD SAW



MEREKA BERTANYA TENTANG MAULID NABI SAW
Dalam hal dan bentuk apapun sikap  ekstrem (yang kemudian menjadi ‘ideologi’ ekstrimisme) jelas bukanlah sesuatu yang menyenangkan dalam kehidupan. Sikap ekstrem dan ekstrimisme hanya menimbulkan berbagai ekses dan dampak negatif dalam kehidupan individu, kelompok, dan masyarakat secara keseluruhan. Ekstrimisme dalam kehidupan agama dapat menimbulkan dampak lebih berbahaya lagi, karena agama juga melibatkan emosi yang bisa menjadi sangat menyala-nyala. Dan pada gilirannya merusak harmoni dan kedamaian intra agama tertentu dan juga antaragama. Karena itu, Islam tidak menganjurkan sikap ekstrem dan ekstrimisme; sebaliknya sangat menekankan ‘jalan tengah’, wasatiyah.
Akhir-akhir ini di negeri kita Indonesia, sikap ekstem ini sudah mulai menyebar kemana-mana, dengan bentuk yang bermacam-macam.  Terlepas dari apa penyebab dari sikap ekstremisme keagamaan ini yang pasti sikap ini sangat meresahkan masyarakat.
Tulisan singkat ini berangkat dari adanya sebagian kelompok yang mempunyai sikap ekstrim yang mengharamkan amalan-amalan tertentu yang telah menjadi amaliyah  umat Islam di Indonesia sejak berpuluh tahun lamanya, salah satunya adalah Maulid Nabi SAW. Beberapa pernyataan mereka yang didasari sikap “BENCI” yang berlebihan tentunya akan menjadikan siapapun dari kita warga Nahdhiyin terusik akan pernyataan-pernyataan mereka, seperti mengharamkan Maulid dengan menyamakannya dengan dengan perayaan Natal kaum Nasrani, bahkan dengan tanpa malu dan tanpa segan mereka mengatakan :

إِنَّ الذَّبِيْحَةَ الَّتِيْ تُذْبَحُ لإِطْعَامِ النَّاسِ فِيْ الْمَوْلِدِ أَحْرَمُ مِنَ الْخِنْزِيْرِ 
“Sesungguhnya binatang sembelihan yang disembelih untuk menjamu orang dalam peringatan maulid lebih haram dari daging babi”.
Dalam tulisan ini akan kami paparkan beberapa hujjah kenapa kita memperingati Maulid Nabi SAW. Tentunya agar kita semakin yakin dan mantab akan ‘amaliyyah yang kita lakukan. 

Peringatan Maulid Nabi SAW
Peringatan Maulid Nabi SAW pertama kali dilakukan oleh raja Irbil (wilayah Iraq sekarang), bernama Muzaffaruddin al-Kaukabri, pada awal abad ke 7 hijriyah. Ibn Kathir dalam kitab Tarikh berkata:
Sultan Muzaffar mengadakan peringatan maulid Nabi pada bulan Rabi’ul Awwal. Beliau merayakannya secara besar-besaran. Beliau adalah seorang yang berani, pahlawan, ‘alim dan seorang yang adil -semoga Allah merahmatinya-”.
Dijelaskan oleh Sibt (cucu) Ibn al-Jauzi bahwa dalam peringatan tersebut Sultan al-Muzaffar mengundang seluruh rakyatnya dan seluruh para ulama’ dari berbagai disiplin ilmu, baik ulama’ dalam bidang ilmu fiqh, ulama’ hadith, ulama’ dalam bidang ilmu kalam, ulama’ usul, para ahli tasawwuf dan lainnya. Sejak tiga hari, sebelum hari pelaksanaan maulid Nabi SAW beliau telah melakukan berbagai persiapan. Ribuan kambing dan unta disembelih untuk hidangan para hadirin yang akan hadir dalam perayaan Maulid Nabi SAW tersebut. Segenap para ulama’ saat itu membenarkan dan menyetujui apa yang dilakukan oleh Sultan al-Muzaffar tersebut. Mereka semua sepakat dan menganggap baik perayaan maulid Nabi yang dibuat untuk pertama kalinya itu.
Ibn Khallikan dalam kitab Wafayat al-A’yan menceritakan bahwa al-Imam al-Hafiz Ibn Dihyah datang dari Maroko menuju Syam dan seterusnya menuju Iraq, ketika melintasi daerah Irbil pada tahun 604 Hijrah, beliau mendapati Sultan al-Muzaffar, raja Irbil tersebut sangat besar perhatiannya terhadap perayaan Maulid Nabi SAW. Oleh karena itu, al-Hafiz Ibn Dihyah kemudian menulis sebuah buku tentang Maulid Nabi SAW yang diberi judul “al-Tanwir Fi Maulid al-Bashir an-Nazir”. Karya ini kemudian beliau hadiahkan kepada Sultan al-Muzaffar.
Para ulama’, semenjak zaman Sultan al-Muzaffar dan zaman setelahnya hingga sampai sekarang ini menganggap bahwa perayaan maulid Nabi SAW adalah sesuatu yang baik. Para ulama terkemuka dan Huffaz al-Hadith telah menyatakan demikian. Di antara mereka seperti al-Hafiz Ibn Dihyah (abad 7 H), al-Hafiz al-’Iraqi (W. 806 H), Al-Hafiz Ibn hajar al-‘Asqalani (W. 852 H), al-Hafiz as-Suyuti (W. 911 H), al-Hafiz as-Sakhawi (W. 902 H), Shaikh Ibn hajar al-Haitami (W. 974 H), al-Imam al-Nawawi (W. 676 H), al-Imam al-‘Izz ibn ‘Abd al-Salam (W. 660 H), mantan mufti Mesir  yaitu Shaikh Muhammad Bakhit al-Muti’i (W. 1354 H), Mantan Mufti Beirut Lebanon yaitu Shaikh Mustafa Naja (W. 1351 H) dan terdapat banyak lagi para ulama’ besar yang lainnya. Bahkan al-Imam as-Suyuti menulis karya khusus tentang maulid yang berjudul “Husn al-Maqsid Fi ‘Amal al-Maulid”. Karena itu perayaan maulid Nabi, yang biasa dirayakan di bulan Rabi’ul Awwal menjadi tradisi ummat Islam di seluruh dunia, dari masa ke masa dan dalam setiap generasi ke generasi.


Hukum Peringatan Maulid Nabi
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang dirayakan dengan membaca sebagian ayat-ayat al-Qur’an dan menyebutkan sebagian sifat-sifat Nabi SAW yang mulia, ini adalah perkara yang penuh dengan berkah  dan kebaikan kebaikan yang agung. Tentu jika perayaan tersebut terhindar dari bid’ah-bid’ah sayyi’ah yang dicela oleh syara’. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa perayaan Maulid Nabi mulai dilakukan pada permulaan abad ke 7 Hijrah. Ini berarti perbuatan ini tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW,  para sahabat dan generasi Salaf. Namun demikian tidak berarti hukum perayaan Maulid Nabi SAW dilarang atau sesuatu yang haram. Karena segala sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah  SAW atau tidak pernah dilakukan oleh para sahabatnya belum tentu bertentangan dengan ajaran Rasulullah SAW sendiri. Para ulama’ menyatakan bahwa perayaan Maulid Nabi SAW adalah sebagian daripada bid’ah hasanah (yang baik). Artinya bahwa perayaan Maulid Nabi SAW ini merupakan perkara baru tetapi ia selaras dengan al-Qur’an dan hadith-hadith Nabi SAW dan sama sekali tidak bertentangan dengan keduanya.

Dalil-Dalil mengenai Peringatan Maulid Nabi SAW
Peringatan Maulid Nabi SAW masuk dalam anjuran hadith Nabi untuk membuat sesuatu yang baru yang baik dan tidak menyalahi syari’at Islam.
-          Dalam hadith yang di riwayatkan oleh Imam Muslim Rasulullah SAW bersabda: 

مَنْ سَنَّ فيِ اْلإِسْـلاَمِ سُنَّةً حَسَنـَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَىْءٌ” (رواه مسلم في صحيحه)
“Barang siapa yang melakukan (merintis) dalam Islam sesuatu perkara yang baik maka ia akan mendapatkan pahala daripada perbuatan baiknya tersebut, dan ia juga mendapatkan pahala dari orang yang mengikutinya selepasnya, tanpa dikurangkan pahala mereka sedikitpun”. (Diriwayatkan oleh al-Imam Muslim di dalam kitab Sahihnya).

Faedah dari Hadith ini:
Hadith ini memberikan kelonggaran kepada ummat Nabi Muhammad SAW untuk melakukan perkara-perkara baru yang baik dan tidak bertentangan dengan al-Qur’an, al-Sunnah, Athar (peninggalan) maupun Ijma’ ulama’. Peringatan maulid Nabi SAW adalah perkara baru yang baik dan sama  sekali tidak menyalahi satupun di antara dalil-dalil tersebut. Dengan demikian berarti hukumnya boleh, bahkan salah satu jalan untuk mendapatkan pahala. Jika ada orang yang mengharamkan peringatan Maulid Nabi, berarti ia telah mempersempit kelonggaran yang telah Allah berikan kepada hamba-Nya untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik yang belum pernah ada pada zaman Nabi SAW.
- Hadith yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dan al-Imam Muslim di dalam kitab Sahih mereka. Diriwayatkan bahwa ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Ashura’ (10 Muharram). Rasulullah bertanya kepada mereka: “Untuk apa mereka berpuasa?” Mereka menjawab: “Hari ini adalah hari ditenggelamkan Fir’aun dan diselamatkan Nabi Musa, dan kami berpuasa di hari ini adalah karena bersyukur kepada Allah”. Kemudian Rasulullah SAW  bersabda:

أَنَا أَحَقُّ بِمُوْسَى مِنْكُمْ”.
“Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian (orang-orang Yahudi)”.
Lalu Rasulullah SAW berpuasa dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa.
Faedah dari Hadith ini:

Pelajaran penting yang dapat diambil daripada hadith ini ialah bahwa sangat dianjurkan untuk melakukan perbuatan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT pada hari-hari tertentu atas nikmat yang Allah SWT berikan pada hari-hari tersebut. Sama halnya bersyukur karena memperoleh nikmat atau karena diselamatkan dari bahaya. Kemudian perbuatan syukur tersebut diulang pada hari yang sama di setiap tahunnya. Bersyukur kepada Allah dapat dilakukan dengan melaksanakan berbagai bentuk ibadah, seperti sujud syukur, berpuasa, sedekah, membaca al-Qur’an dan sebagainya. Bukankah kelahiran Rasulullah SAW adalah nikmat yang paling besar bagi umat ini?!
Adakah nikmat yang lebih agung daripada dilahirkannya Rasulullah pada bulan Rabi’ul Awwal ini?! Adakah nikmat dan karunia yang lebih agung daripada kelahiran Rasulullah yang menyelamatkan kita dari jalan kesesatan?! Demikian penjelasan yang disampaikan oleh al-Hafiz Ibn hajar al-‘Asqalani

-   Hadith riwayat al-Imam Muslim di dalam kitab Sahihnya.
عَنْ أَبِيْ قَتَادَةَ الأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الْإِثْنَيْنِ فَقَالَ : فِيْهِ وُلِدْتُ وَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ . رواه مسلم.
Dari Abi Qatadah al-Ans}ari RA sesungguhnya Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai puasa hari senin. Rasulullah SAW menjawab: Pada hari itu aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku.” (H.R. Muslim).
Faedah dari Hadith ini:
 

Hadith ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW melakukan puasa pada hari Isnain karena bersyukur kepada Allah SWT, bahwa pada hari itu baginda Nabi SAW dilahirkan dan menerima wahyu. Ini adalah isyarat daripada Rasulullah SAW, artinya jika baginda Nabi SAW berpuasa pada hari isnain karena bersyukur kepada Allah SAW atas kelahiran beliau dan penerimaan wahyu pada hari itu, maka demikian pula bagi kita sudah sepatutnya pada tanggal kelahiran Rasulullah SAW tersebut melakukan perbuatan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia Allah SWT kepada kita, kelahiran Nabi Muhammad SAW yang membawa rahmat kepada alam semesta, misalkan dengan membaca al-Qur’an, membaca kisah kelahiran beliau, bersedekah, atau melakukan perbuatan baik dan lainnya.
Allah SWT berfirman:
" Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan".(QS.Yunus:58).

Kemudian, oleh karena puasa pada hari isnain diulangi setiap minggunya, maka berarti peringatan maulid juga diulangi setiap tahunnya. Dan karena hari kelahiran Rasulullah SAW masih diperselisihkan oleh para ulama’ mengenai tanggalnya, -bukan pada harinya-, maka boleh saja jika dilakukan pada tanggal 12, 2, 8, atau 10 Rabi’ul Awwal atau pada tanggal lainnya. Bahkan tidak menjadi masalah bila perayaan ini dilaksanakan dalam sebulan penuh sekalipun, sebagaimana yang telah ditegaskan oleh al-Hafiz as-Sakhawi seperti yang akan dinyatakan di bawah ini.
 
Fatwa Beberapa Ulama’ Ahl al-Sunnah Wa al-Jama’ah:
-   Fatwa al-Shaikh al-Islam Khatimah al-Huffaz Amir al-Mu’minin Fi al-Hadith al-Imam Ahmad Ibn hajar al-‘Asqalani. Beliau menyatakan :

أَصْلُ عَمَلِ الْمَوْلِدِ بِدْعَةٌ لَمْ تُنْقَلْ عَنِ السَّلَفِ الصَّالِحِ مِنَ الْقُرُوْنِ الثَّلاَثَةِ، وَلكِنَّهَا مَعَ ذلِكَ قَدْ اشْتَمَلَتْ عَلَى مَحَاسِنَ وَضِدِّهَا، فَمَنْ تَحَرَّى فِيْ عَمَلِهَا الْمَحَاسِنَ وَتَجَنَّبَ ضِدَّهَا كَانَتْ بِدْعَةً حَسَنَةً”. وَقَالَ: “وَقَدْ ظَهَرَ لِيْ تَخْرِيْجُهَا عَلَى أَصْلٍ ثَابِتٍ”.
 “Asal peringatan maulid adalah bid’ah yang belum pernah dinukikan dari (ulama’) al-Salaf al-Salih yang hidup pada tiga abad pertama, akan tetapi peringatan maulid mengandung kebaikan dan lawannya (keburukan), jadi barangsiapa dalam peringatan maulid berusaha melakukan hal-hal yang baik dan menjauhi lawannya (hal-hal yang buruk), maka itu adalah bid’ah hasanah”. Al-Hafiz Ibn Hajar juga mengatakan: “Dan telah jelas bagiku bahwa dasar pengambilan peringatan Maulid Nabi SAW atas dasar dalil yang thabit (Sahih)”.
-   Fatwa al-Imam al-Hafiz as-Suyuti. Beliau mengatakan di dalam risalahnya “Husn al-Maqshid Fi ‘Amal al-Maulid”. Beliau menyatakan seperti berikut:

وَالجَوَابُ عِنْدِيْ أَنَّ أَصْلَ عَمَلِ المَوْلِدِ الَّذِيْ هُوَ اِجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَأَةُ مَا تَيَسَّّرَ مِنَ القُرْآنِ وَرِوَايَةُ الأَخْبَارِ الوَارِدَةِ فِيْ مَبْدَأِ أَمْرِالنَّبِيّ صَلَّّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّّمَ مَا وَقَعَ فِيْ مَوْلِدِهِ مِنَ الاَياَتِ ثُمَّ يَمُدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَهُ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَى ذَالِكَ مِنَ البِدَعِ الحَسَنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيّ صََلََّى اللهُُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِظْهَارِالفَرَحِ وَالاِسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ. وَأَوَّلُ مَنْ أَحْدَثَ ذلِكَ صَاحِبُ إِرْبِل الْمَلِكُ الْمُظَفَّرُ أَبُوْ سَعِيْدٍ كَوْكَبْرِيْ بْنُ زَيْنِ الدِّيْنِ ابْنِ بُكْتُكِيْن أَحَدُ الْمُلُوْكِ الأَمْجَادِ وَالْكُبَرَاءِ وَالأَجْوَادِ، وَكَانَ لَهُ آثاَرٌ حَسَنَةٌ وَهُوَ الَّذِيْ عَمَّرَ الْجَامِعَ الْمُظَفَّرِيَّ بِسَفْحِ قَاسِيُوْنَ
" Menurut saya asal perayaan maulid Nabi SAW, yaitu manusia berkumpul, membaca al-Qur’an dan kisah-kisah teladan Nabi SAW sejak kelahirannya sampai perjalanan hidupnya. Kemudian dihidangkan makanan yang dinikmati bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua itu tergolong bid’ah hasanah (sesuatu yang baik). Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi SAW, menampakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhamad saw yang mulia. Orang yang pertama kali melakukan peringatan maulid ini adalah Raja Irbil, Sultan al-Muzaffar Abu Sa’id Kaukabri Ibn Zainuddin Ibn Buktukin, salah seorang raja yang mulia, agung dan dermawan. Beliau memiliki peninggalan dan jasa-jasa yang baik, dan dialah yang membangun al-Jami’ al-Muzaffari di lereng gunung Qasiyun”." (Al-H{awi Lil-Fatawa, juz I, h. 251-252).

-   Fatwa al-Imam al-Hafiz as-Sakhawi seperti disebutkan di dalam “al-Ajwibah al-Mardliyyah”, seperti berikut:

لَمْ يُنْقَلْ عَنْ أَحَدٍ مِنَ السَّلَفِ الصَّالِحِ فِيْ الْقُرُوْنِ الثَّلاَثَةِ الْفَاضِلَةِ، وَإِنَّمَا حَدَثَ “بَعْدُ، ثُمَّ مَا زَالَ أَهْـلُ الإِسْلاَمِ فِيْ سَائِرِ الأَقْطَارِ وَالْمُـدُنِ الْعِظَامِ يَحْتَفِلُوْنَ فِيْ شَهْرِ مَوْلِدِهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّفَ وَكَرَّمَ- يَعْمَلُوْنَ الْوَلاَئِمَ الْبَدِيْعَةَ الْمُشْتَمِلَةَ عَلَى الأُمُوْرِ البَهِجَةِ الرَّفِيْعَةِ، وَيَتَصَدَّقُوْنَ فِيْ لَيَالِيْهِ بِأَنْوَاعِ الصَّدَقَاتِ، وَيُظْهِرُوْنَ السُّرُوْرَ، وَيَزِيْدُوْنَ فِيْ الْمَبَرَّاتِ، بَلْ يَعْتَنُوْنَ بِقِرَاءَةِ مَوْلِدِهِ الْكَرِيْمِ، وَتَظْهَرُ عَلَيْهِمْ مِنْ بَرَكَاتِهِ كُلُّ فَضْلٍ عَمِيْمٍ بِحَيْثُ كَانَ مِمَّا جُرِّبَ”. ثُمَّ قَالَ: “قُلْتُ: كَانَ مَوْلِدُهُ الشَّرِيْفُ عَلَى الأَصَحِّ لَيْلَةَ الإِثْنَيْنِ الثَّانِيَ عَشَرَ مِنْ شَهْرِ رَبِيْع الأَوَّلِ، وَقِيْلَ: لِلَيْلَتَيْنِ خَلَتَا مِنْهُ، وَقِيْلَ: لِثَمَانٍ، وَقِيْلَ: لِعَشْرٍ وَقِيْلَ غَيْرُ ذَلِكَ، وَحِيْنَئِذٍ فَلاَ بَأْسَ بِفِعْلِ الْخَيْرِ فِيْ هذِهِ الأَيَّامِ وَاللَّيَالِيْ عَلَى حَسَبِ الاسْتِطَاعَةِ بَلْ يَحْسُنُ فِيْ أَيَّامِ الشَّهْرِ كُلِّهَا وَلَيَالِيْهِ”.
Peringatan Maulid Nabi belum pernah dilakukan oleh seorangpun dari kaum al-Salaf as-Salih yang hidup pada tiga abad pertama yang mulia, melainkan baru ada setelah itu. Dan ummat Islam di semua daerah dan kota-kota besar senantiasa mengadakan peringatan Maulid Nabi SAW pada bulan kelahiran Rasulullah SAW. Mereka mengadakan jamuan-jamuan makan yang luar biasa dan diisi dengan hal-hal yang menggembirakan dan baik. Pada malam harinya, mereka mengeluarkan bermacam-macam sedekah, mereka menampakkan kegembiraan dan suka cita. Mereka melakukan kebaikan-kebaikan lebih daripada kebiasaannya. Bahkan mereka berkumpul dengan membaca buku-buku maulid. Dan nampaklah keberkahan Nabi SAW dan Maulid secara menyeluruh. Dan ini semua telah teruji”. Kemudian as-Sakhawi berkata: “Aku Katakan: “Tanggal kelahiran Nabi SAW menurut pendapat yang paling sahih adalah malam Isnain, tanggal 12 bulan Rabi’ul Awwal. Menurut pendapat lain malam tanggal 2, 8, 10 dan masih ada pendapat-pendapat lain. Oleh karenanya tidak mengapa melakukan kebaikan baik pada siang hari dan waktu malam sesuai dengan kesiapan yang ada, bahkan baik jika dilakukan pada siang hari dan waktu malam bulan Rabi’ul Awwal seluruhnya”.
Jika kita membaca fatwa-fatwa para ulama’ terkemuka ini dan merenungkannya dengan hati yang suci bersih, maka kita akan mengetahui bahwa sebenarnya sikap “BENCI” yang timbul daripada sebahagian golongan yang mengharamkan Maulid Nabi SAW tidak lain hanya didasari kepada hawa nafsu semata-mata. Orang-orang seperti itu sama sekali tidak mempedulikan fatwa-fatwa para ulama’ yang saleh terdahulu. Golongan yang anti maulid seperti WAHHABI menganggap bahwa perbuatan bid’ah seperti menyambut Maulid Nabi SAW ini adalah perbuatan yang mendekati syirik (kekufuran). Dengan demikian, menurut mereka, lebih besar dosanya daripada memakan daging babi yang hanya haram saja dan tidak mengandungi unsur syirik (kekufuran).
Na’uzu Billah… Sesungguhnya sangat kotor dan keji perkataan orang seperti ini. Bagaimana ia berani dan tidak mempunyai rasa malu sama sekali mengatakan peringatan Maulid Nabi SAW, yang telah dipersetujui oleh para ulama’ dan orang-orang saleh dan telah dianggap sebagai perkara baik oleh para ulama’-ulama’ ahli hadith dan lainnya, dengan perkataan buruk seperti itu?! Orang seperti ini benar-benar tidak mengetahui kejahilan dirinya sendiri. Apakah dia merasakan dia telah mencapai derajat seperti al-Hafiz Ibn hajar al-‘Asqalani, al-Hafiz al-Suyuti atau al-Hafiz as-Sakhawi atau mereka merasa lebih ‘alim dari ulama’-ulama’ tersebut?! Bagaimana ia membandingkan makan daging babi yang telah nyata dan tegas hukumnya haram di dalam al-Qur’an, lalu ia samakan dengan peringatan Maulid Nabi yang sama sekali tidak ada unsur pengharamannya dari nas}-nas} syari’at agama?! Ini berarti, bahwa golongan seperti mereka yang mengharamkan maulid ini tidak mengetahui Maratib al-Ahkam (tingkatan-tingkatan hukum). Mereka tidak mengetahui mana yang haram dan mana yang mubah, mana yang haram dengan nas} (dalil al-Qur’an dan al-Hadith) dan mana yang haram dengan istinbat (mengeluarkan hukum). Tentunya orang-orang ”BODOH” seperti ini sama sekali tidak layak untuk diikuti dan dijadikan panutan dalam mengamalkan agama ISLAM ini.

 
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar